FRIENDS WITH BENEFITS
December 01, 2016
Dua hari lalu, saya dan
teman-teman ngobrol seperti biasanya. Lalu mulai deh curhat-curhat colongan.
Disitu saya nanya ke teman-teman saya bagaimana kalau ada yang berteman tapi cuma
datang hanya karena ada maunya saja. Respon mereka sangat ketebak, menunjukan
raut kalau mereka nggak suka. Ya, sebenernya saya juga akan merasakan hal yang
sama sih, tapi kok saya merasa serba salah ya.
Berteman karena ada maunya berarti karena ada
suatu keuntungan yang ingin diambil dong? Berarti kalau tidak ada keuntungannya
tidak akan berteman, begitu? Tapi dalam suatu pertemanan bukannya harus ada
manfaatnya? Jadi, yang mana dimanfaatkan dan yang bermanfaat? Memangnya kita
harus diperlakukan bagaimana supaya tidak merasa diambil keuntungannya saja?
Saya
jadi mikir, memangnya saya mau berteman dengan orang yang nggak membawa kebaikan
atau bahkan membawa saya ke hal yang merugikan? Alasan saya bertahan dengan
orang-orang di sekitar saya salah satunya karena sesederhana mereka bisa bikin
saya happy, mendengarkan saya
mengeluh, dan menegur waktu saya salah. To
me, it’s a benefit. Yang menyenangkan dari sebuah pertemanan memang karena
ada manfaatnya.
Kalau
ada teman yang kalau berpapasanpun layaknya hanya tahu nama, tapi saat dalam
kebutuhan tertentu selalu datang
dengan manis layaknya sahabat karib memang menyebalkan juga sih. Relasi yang
terbangun hanya karena seseorang merasa keenakan dibantuin lama-lama juga bisa
jadi parasit.
Saya
memandang bahwa kita bisa berteman dengan banyak orang, tapi memang tidak akan
dekat dengan seluruhnya. Diantara sekian banyak itu akan tersisih karena ada fase
di mana rasanya cocok tidak cocok menjadi sangat penting. Tapi bagi saya, tidak terlalu
dekat lalu meminta bantuan bukan berarti memanfaatkan orang lain. Manusia
dicipitakan memang semestinya bermanfaat bagi orang lain. Tapi ingat juga bahwa
relasi yang baik harus dijaga baik pada teman akrab atau yang cuma kita sapa
sesekali.
Memanfaatkan
seseorang atas nama pertemanan menurut saya ya, heartless. Saya menganggap pertemanan adalah heart to heart connection. Iya, sebelas dua belas dengan keluarga. Sayangnya,
memang tidak semua orang menghargai pertemanan dengan cara yang sama. Ada yang
menganggap pertemanan hanya untuk mendapat pengakuan popularitas dari temannya
yang lain, atau pertemanan hanya untuk menjaga supaya tidak sendirian di
kantin. Saya juga tidak bisa menyalahkan mereka dengan bagaimana cara mereka
memandang dan meresponi suatu hubungan pertemanan. Yang bisa saya kontrol
adalah bagaimana saya menanggapi datangnya orang-orang seperti itu.
Memberikan yang bisa diberi memang sulit, bahkan terdengar naif. Tapi mengerjakan yang bisa kita kerjakan tidak akan mengurangi kemampuan kita. Bagaimana yang menerima keuntungan menganggapnya, itu terserah mereka.
0 comments